Showing posts with label curhatan doang ceritanya. Show all posts
Showing posts with label curhatan doang ceritanya. Show all posts

Monday, February 2, 2015

those skinny feet that took me everywhere

Gak semua yang dibilang orang ke kita itu pasti benar.

Ini kesimpulan yang saya ambil sejak usia dini.

Dulu banget, tentunya sama seperti kebanyakan anak kecil lainnya, orangtua jadi referensi tentang dunia ini. Apa apa yang kita gak ngerti pasti kita tanyain ke ibu/ayah atau mama/papa sebagai sumber informasi primer.

Dulu banget juga, saya yakin orang tua banyak mengajarkan hal-hal yang memang benar adanya. Tapi ada juga informasi yang kurang akurat atau bahkan 'kebohongan' yang mereka sampaikan ke anak-anaknya.

Salah satunya tentang Sinterklas.

Sampe umur 10 tahun lebih, saya percaya luar dalam bahwa Sinterklas memang benar-benar ada. Dan mereka bakal kasih kado ke anak-anak yang baik kelakuannya di akhir tahun.

Sehingga tiba saat dimana fakta yang sebenarnya terungkap… maka dunia pun serasa gempa sesaat. Ternyata… orangtua yang saya percaya selama ini tega membohongi anaknya sendiri.

Maka sejak usia dini saya pun memutuskan bahwa orangtua bukan lah (selalu) jadi sumber informasi yang dibutuhkan.
Beruntungnya, saya tidak pernah merasakan kekurangan sumber bacaan seperti buku, majalah, ensiklopedia ataupun media pertukaran informasi lainnya di masa kecil.

Setelah dewasa (FYI kedewasaan saya dimulai pada umur 18 tahun, saat resmi menjadi mahasiswa semester pertama fakultas kedokteran) banyak informasi yang saya butuhkan tidak lagi berasal dari kata-kata orang tua. Terutama karena pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa mereka kadang-kadang (sengaja atau tidak) memberikan saya informasi yang salah.

Salah satunya yang dulu sering saya dengar:

'Orange bule itu jarang mandi, badannya bau keju.'

Sampe sekarang nenek dari pihak ibu saya pun masih suka meng-indoktrinasi dengan pemikiran serupa.

Pernyataan tersebut, kalau ditelaah lebih jauh dari kacamata peneliti sosial demografik misalnya:

'Orang bule yang mana?'
Apakah bule asal Eropa, Amerika, atau Australia.

Kalau yang dimaksud bule asal Eropa, Eropa belah mana?
Apakah orang Belanda, dimana nenek saya memang familiar dengan kebiasaan mereka yang jarang mandi (terutama saat musim dingin).
Atau orang bule Prancis yang memang menurut survey paling jarang ganti underwear dibandingkan cowo asal negara-negara lainnya di daratan Eropa.

Pernyataan diatas bisa dibilang entah terlalu meng-generalisasi, terlalu cepat mengambil kesimpulan, atau hanya prejudice semata.
Entahlah….

Tapi bisa dibilang pernyataan serupa muncul di belahan dunia mana pun.

Saat saya di Belanda, orang lokal punya prejudice sendiri tentang negara tetangga si orang Jerman. Temen-temen bule Belanda di kelas saya juga suka mengeluarkan pernyataan yang sedikit melecehkan tentang orang asal Belgia.

Di Belgia, temen bule saya menyinggung tentang negara Prancis yang mencuri 'Patat Vries' mereka dan menggantinya dengan nama 'French fries'.
Mereka yang di Prancis Utara bilang orang yang tinggal di Prancis Selatan lebih santai, tukang bermalas-malasan dst.
Lalu saat tinggal di Prancis Selatan, orang lokalnya membenci mereka yang berasal dari Prancis Utara (terutama dari kota besar seperti Paris) karena dianggap sombong, tidak sabaran, tidak mengerti kultur selatan yang ramah, penuh toleransi and so on.

Jadi, being a bit here, there and everywhere mengajarkan saya untuk tidak selalu percaya akan pernyataan pertama yang saya dengar ketika tiba di suatu daerah.

Atau in general, gak gampang percaya sama apa pun yang pernah kita dengar sebelumnya.

Mereka yang lebih tau duluan tentang suatu hal, bukan berarti mereka pasti benar.
Lagian ilmu pengetahuan aja selalu berubah… Contohnya orang jaman dulu percaya kalo bumi itu datar.
Dan ilmuwan pertama yang bikin pernyataan kalau bumi itu bulat langsung mendapat pertentangan dari pihak yang berkuasa (termasuk gereja, yang saat itu mengkategorikan sebagai ajaran sesat).

A bit skeptical and critical itu penting juga koq. Apalagi untuk spesies kita.
Itulah yang membedakan homo sapiens dengan makhluk bertulang belakang lainnya.
Secara proporsional, ukuran otak kita mungkin masih kalah dengan dolfin, mamalia dengan kecerdasan tinggi lainnya yang populasinya berkurang (bahkan terancam) karena keberadaan manusia.
Fortunately bukan ukuran otak (semata) yang menentukan kecerdasan, tapi lipatan-lipatan gyrus-nya. Dalam bahasa yang lebih dimengerti: Semakin sering kita menggunakan otak, akan semakin terasah kemampuannya.

Critical thinking, inevitably adalah bagian dari proses otak untuk terus berkembang.
Kebalikannya dari indoktrinasi.

Menerima mentah-mentah sebuah informasi tanpa mempertanyakan keabsahannya sungguh bertentangan dengan proses normal otak yang sehat.
Tapi tentu aja ada sebagian orang yang diuntungkan dengan teknik indoktrinasi.
Di filem-filem maupun kehidupan nyata, umumnya bila sebuah pihak ingin berkuasa (atau berniat melanggengkan kekuasan) maka kebebasan berpikir adalah haram adanya.

Indoktrinasi tentunya penting bagi kekuasaan absolut.
Mau contoh?
Liat aja Korea Utara. Di situ ada indoktrinasi dalam level ekstrim.

Contoh yang gak terlalu ekstrim adalah anggapan sebagian bangsa Indonesia yang berpikir bahwa pemimpin mesti berpostur tinggi, tegap, gagah, tegas dengan latar belakang militer.
(Dan bukannya ceking, kurus, tampang ndeso, dari rakyat sipil).

Psikoanalisisnya?
Karena bangsa kita adalah bangsa yang pernah terjajah.
Terjajah selama 350 tahun bukanlah waktu yang singkat.
Dan penjajahan itu masih menyisakan rekaman mental, bahwa postur orang Belanda (yang cenderung tinggi, tegap, karena diet mereka yang tinggi protein) lebih cocok memimpin dibanding rakyat pribumi (yang cenderung kurus, kering, karena kurang gizi dan kerja paksa).

Jadi revolusi mental memang diperlukan.
Terutama bagi mereka dengan 'mental terjajah'.

Yang kita kira benar selama ini: Pemimpin terlahir dengan figur tertentu, tinggi, tegap dan gagah seperti SBY (yang sempat) jadi idola kaum wanita* selepas pemilu 2004 lalu.
* Sayangnya penulis tidak termasuk dalam golongan mereka yang mengidolakan beliau.

Kenyataannya: Mereka yang berjiwa pemimpin tidak mempunyai kriteria fisik tertentu. Contohnya Suryadi Suryaningrat, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan banyak orang pribumi Nusantara bertampang ndeso lainnya ternyata mampu membawa perubahan signifikan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Maka pesan penutup dalam tulisan ini adalah: Gak semua yang dikatakan orang itu benar. Terutama kalau orang yang jadi referensi kita adalah mereka yang telah berhenti belajar. Atau mereka yang berguru pada ilmu yang outdated.

Hidup ini cuman sekali. Mungkin kita ada disini agar kita mampu mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hidup.

You have mouth, you can ask.
You have eyes, you can read.
You have brain, you can think.
You have time, you can travel.

Camogli, Liguria (IT) autumn 2011

PS. And no, Denmark should not considered as one of the happiest places on earth.


Malapascua, Cebu (PH) summer 2012
Wadi Rum (JO) spring 2014
St. Cergue (CH) winter 2015
milano 02.feb.2015

Sunday, September 30, 2012

.: Pendidikan :. Quo vadis ?

Saat membesarkan anak kita, kita harus ingat bahwa kita adalah penjaga masa depan.
Dengan meninggikan pendidikan mereka, kita meninggikan masa depan umat manusia, masa depan dunia ini.
~Mengutip Immanuel Kant

Baca berita di media dan nonton TV akhir-akhir ini emang bisa bikin galau.
Padahal update berita itu dibutuhkan biar setiap hari gak eneg seputar kerjaan.

Tapi koq syerem ya kalo tau anak jaman sekarang maenannya bunuh-bunuhan, tawuran demi membela nama sekola, senior menanamkan kekerasan pada juniornya dst.

Sebegitu suram- nya kah masa depan Indonesia, yang sudah tidak dijajah bangsa asing, kebingungan mau melawan siapa, sampe-sampe bangsa sendiri juga ditindas.

Seperti kasus kematian anak SMA yang baru-baru ini terjadi, ternyata guru-guru di SMA nya sudah lama mengetahui praktek dan jadwal tawuran. Tapi bukannya mencari solusi dengan mendamaikan, malah yang ada pembiaran.

Kalo gini, wall fb/ twitter orang-orang akan penuh dengan komentar yang 'menghakimi' bahwa si pelaku pembunuhan (yang anak SMA itu) wajib dihukum setimpal dengan perbuatannya.

Tapi kembali kepada pembentukan anak tindak pelaku tsb, memangnya ada anak kecil yang bisa tanpa rasa bersalah membunuh?

Normalnya sih engga. Kecuali kalo memang psikopat dari kecil, yang biasanya timbul dari perlakuan abusive yang dia terima sebelumnya.

Jadi, kalau ada sampe ada anak SMA yang tanpa rasa bersalah melakukan pembunuhan (bahkan merasa puas!!!) bukankah itu kesalahan kita semua?
Kesalahan orangtua, guru, teman, seniornya, masyarakat dan pemerintah- yang mengijinkan tawuran tsb terjadi (terulang!!!)

Sewaktu saya di Belanda, pernah ada siaran TV disana yang mengabarkan Indonesia sewaktu terjadi krisis moneter (tahun 1998) diikuti reformasi di pemerintahan.
Di situ tergambar peristiwa toko-toko dibakar dan dijarah, orang merusak bangunan umum, dan banyak pasukan polisi saling serang/ melempar batu dengan masyarakat sipil.

sumber gambar diambil dari :
http://maskolis.blogspot.com/2011/07/kerusuhan-mei.html
(keywords: gambar kerusuhan, hasil 1,390,000)

Teman-teman Belanda saya (yang kebanyakan atheist) menanyakan,
" Indonesia bukannya negara dengan penduduk muslim terbanyak? Di mana peran agama pada waktu (kejadian) itu? "

Tentu saja itu bukan pertanyaan yang bisa saya jawab dengan mudah.
Tapi saya bisa bilang, kalau agama di Indonesia itu sebuah keharusan.
Orang tidak boleh menjadi atheist/ tidak bertuhan di negeri ini, yang akibatnya banyak orang mempunyai agama (di KTP) tapi tidak mengerti apa esensi dari agama yang dianutnya.

Sebaliknya di Belanda/ kebanyakan negara di Eropa, orang boleh saja atheist/ agnostik, karena hak memeluk agama/ kepercayaan dianggap sebagai hak individual yang sangat dihormati dan dijaga (oleh negara).

Ada teman atheist saya yang suka mempertanyakan, kenapa sih orang-orang repot punya agama. Kata dia, agama itu cuman dibikin alasan satu negara berperang dengan negara yang lain.
Terlepas dari pandangan dia tentang agama, orangnya sangat sopan dan mencintai makhluk hidup (manusia, binatang, maupun tumbuhan). Dia tidak merokok, tidak minum alkohol, menghindari makan daging. Dan dia sangat menghargai teman-temannya yang memilih untuk beragama.

Terus terang, setelah merasakan betapa aman-nya hidup di negara-negara Eropa, saya sempat merasa takut untuk pulang ke Indonesia.

Saya sudah membayangkan, bahwa saya gak bisa pulang malam sendirian lagi (karena betapa tidak amannya negri ini untuk wanita).
Belum lagi kasus-kasus kejahatan di sarana publik yang saya baca/dengar dari media, sebelum saya kembali.

Ironis memang, di sebuah negri yang banyak dibangun sarana ibadah, tapi tidak menyediakan keamanan bagi penduduknya.

Jawaban untuk masalah kompleks ini, mungkin, salahsatunya adalah pendidikan.

Pendidikan, telah dipikirkan sebelumnya oleh ibu Kartini (pahlawan nasional kita) pada awal tahun 1900, sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk memerdekakan bangsa kita.

sumber gambar : Koleksi Tropen Museum
(dan gw nyampe situ thn 2010 *terharu)

Beliau melihat pada waktu itu, betapa miskin-nya kaum bumiputra, sehingga hanya orang tertentu saja yang bisa sekolah/ menempuh pendidikan.

Selanjutnya, kita ketahui bahwa sekolah dokter/STOVIA pada jaman itu, banyak melahirkan tokoh-tokoh perintis kemerdekaan.

Hanya kaum cendekiawan yang bisa memikirkan konsep kemerdekaan.
Karena mereka yang miskin, tentu hanya berpikir untuk urusan perut belaka.

Rupanya 67 tahun semenjak kita memproklamasikan kemerdekaan RI, masih ada orang yang bermental 'miskin' yang memikirkan urusan perut belaka.
Mereka ini bisa saja orang yang terdidik, tapi kepintarannya dipakai untuk hal yang merugikan manusia lain (contohnya para koruptor).

Entah apa yang ada di pikiran anak SMA pelaku tawuran yang kerap terjadi di Jakarta, pastinya mereka tidak merasa beruntung di banding teman-temannya di pedalaman Indonesia bagian timur.
Padahal jika mereka mau menggunakan akal pikirannya untuk hal berguna, betapa ditakutinya bangsa kita oleh negara-negara tetangga.
Bayangkan, sumber daya manusia sejumlah 230 juta, yang kompeten dan mampu bersaing di dunia internasional !

Malaysia dan Singapura adalah 2 negara kecil yang belajar dari Indonesia setelah masa kemerdekaannya.
Kini bisa dibilang kalau mereka sudah mampu disamakan dengan negara maju lainnya (dari indikator pembangunan manusia/ Human Development Index).

Apa Indonesia tidak malu, terus-terusan berkutat dengan masalah tawuran, kisruh karena isu SARA, dan masalah tidak penting lainnya, sementara bangsa lain sudah berangkat ke bulan?

Padahal anak-anak muda kita banyak yang menjadi juara pada kompetisi tingkat internasional*.
Yang membuktikan, bahwa kapasitas kita sebenarnya sama dengan bangsa lainnya yang maju! 


Kita perlu berdoa dan sektor pendidikan harus berusaha keras, untuk negeri, yang tampaknya bergerak mundur akhir-akhir ini.


Soerabaya, akhir Sept 2012


Friday, April 20, 2012

:: story from graduation day ::

Dear all,
posting ini sebenernya posting lama (yang gw taro di bLog satu lagi, tapi hidden : )
stelah gw baca-baca lagi ternyata mayan bagus juga, jadi gw share disini ^^


tertanggal 2 Agustus 2011

Akhirnya momen yang ditunggu selama ini dateng juga, yaitu acara wisudaan di kampus karena program masterku ini International Health di Kobenhavns Universitet kelar Agustus ini.

Tapi rasanya bukan berarti semuanya selesai, bahkan ini bisa dibilang awal dari sesuatu yang lain, yang lebih menantang.

:: graduation day! ::
being the only Indonesian lady with batik dress in KU ^^
Buat gw, artinya ilmu yang didapat harus diaplikasikan dalam dunia nyata dan kenyataan gak selalu controlable seperti dalam paper yang kita tulis atau exam yang bisa kita pelajari bahan-bahannya sehari sebelumnya.

Tentunya, pas hari wisuda, semua orang harus seengga-engga merasa bahwa ini adalah final dari usaha jerih payah dan perjuangan kita selama satu tahun menempuh program master, bla bla bla. Tapi gw mencoba untuk mengikuti arus optimisme dari temen-temen gw, walopun sebenernya dalam hati masih banyak hal yang kepikiran, seperti contohnya ::

1. Abstrak thesis gw keterima di European Congress of International Health di Barcelona.
Yang artinya mesti nyiapin presentasi poster, terlebih ini menyangkut skala internasional - jadi harus seriusan! Meanwhile, gw belum ngerjain apa-apa karena baru balik dari sommer holiday. Bahkan nulis blog untuk rekap cerita liburan gw aja gak sempet!


Narsis mejeng depan poster di CCIB Barcelona, sama supervisor dari KIT, Amsterdam
*Yay!* my first international conference :-)

2. Pengen publish article karena a) menurut supervisor thesis gw worth to publish, b) sejujurnya gw merasa kalo itu gak dipublish ampir-ampir gak bisa dipake sama orang in practise.

3. Keinginan hati gw yang terdalam tentu aja menyelamatkan dunia, lebih spesifik lagi menyelamatkan bangsa Indonesia tercinta dari keterpurukan, kebodohan, kemiskinan, belenggu pemimpin yang zalim dan tidak mengikuti amanah.

Pokonya gw sedih kalo baca berita-berita tentang tanah air.
Apalagi liat komentar orang-orang, gw bisa merasakan dan memahami bahwa rakyat menjerit dan menangis, tapi pemimpinnya seakan-akan ada di belahan dunia lain dan gak peduli sama apa yang terjadi di lapangan.

Sementara gw tau bahwa banyak anak-anak bangsa seperti gw, yang udah menempuh pendidikan tinggi diluar negri- banyak yang males balik ke Indonesia karena putus asa mau ngapain disana.
Tenaga kerja lulusan luar negeri gak selalu dihargai, juga ke-idealis-an mereka gak selalu bisa diterima dalam dunia kerja sesungguhnya.

Karena di dunia kerja Indonesia, kadang bukan kejujuran atau kerja keras yang dihargai, tapi mereka yang bisa 'mengambil hati' atasan atau 'ikut aturan main' yang bisa bertahan.

Sedangkan, jauh sebelum gw belajar ke luar negeri dan mengenal bermacam-macam etos kerja di negeri orang- orangtua gw sudah mengajarkan dan menekankan bahwa :

1. Harus rajin dan kerja keras
" Gak ada anak dari keluarga kita yang males atau bodo."
Itu dia perkataan dari orangtua yang selalu gw inget, dari jaman gw kecil.

2. Harus belajar bertanggung jawab sama keputusan sendiri dan gak ikut-ikutan orang laen.
" Emangnya kalo orang laen nyebur ke sumur, kamu mau ikutan juga ? "
Itu perkataan orangtua yang selalu gw inget, pada saat orang laen di kelas nyontek pas ujian, gw gak pernah mo ikutan!
Karena gw menghargai hasil kerja keras dan usaha sendiri, bukan menghargai nilai hasil contekan!

Dan pada saat thesis gw lulus dengan nilai 10 (out of 12) gw gak merasa itu sesuatu yang beyond expectation. Karena toh I put a lot of efforts on it. Juga karena gw tau itu bukan hasil karya ilmiah gw semata, tapi karena ada banyak elemen kemanusiaan disana; ada airmata ibu-ibu yang kehilangan bayinya, yang kehilangan suaminya, yang berjuang mencari akses pengobatan, juga menghadapi stigma dan diskriminasi.

Sekarang setelah gw belajar di beberapa tempat diluar negeri, terutama Belanda dan Denmark;
gw bisa bilang bahwa nilai kerja keras dan kejujuran itu 'eternal' (=valid for all time, essentially unchanging) kalau orang mau maju, dimana pun, kapan pun.

Pada saat gw di Belanda, rasanya gw seperti menempuh perjalanan menembus waktu dimana pendahulu-pendahulu kita, tokoh yang merintis kemerdekaan bangsa RI- yang juga menempuh pendidikan di negeri ini.
Sekarang gw ngerti rasanya jadi mereka. Mereka pasti sedih kaya gw, karena ngeliat bahwa disini segalanya serba maju, kehidupan serba enak dan nyaman (walopun gak selalu enak dan gak selalu nyaman karena cuacanya jelek). Sedangkan di tanah airnya, rakyatnya sendiri miskin dan terjajah. Bahkan sampe masa sekarang menjelang HUT Kemerdekaan RI ke 66- masih aja tuh rakyat kita terjajah sama pemimpinnya sendiri.

profil RA Kartini ini ada di Tropenmuseum, Amsterdam
serasa kembali ke jaman lalu!

Kerja keras dan kejujuran.
Itu aja yang nilai yang emang penting untuk sebuah kemajuan.

Belanda dan Denmark bukan negara yang kaya akan sumber daya alam.
Mereka gak punya tambang mineral, minyak bumi, batubara, gas alam, ataupun perkebunan kelapa sawit/ kopi. Cuacanya juga ampir selalu jelek sepanjang tahun, jadi sayur mayur dan buah harus di-ekspor dari negara laen yang lebih hangat (Italia, Spanyol, Yunani).
Tapi bisa dibilang di kedua negara ini kerja keras dan kejujuran sangat dihargai.

Tiap kali musti naek sepeda, padahal cuaca 14 derajat (Celcius) dan ditengah ujan- rasanya gw mau nangis. Tapi pada saat yang bersamaan ngeliat temen-temen gw yang laen (yang dari Belanda) dan mereka cuek-cuek aja tuh. Bahkan anak-anak kecil juga biasa aja naek sepeda ditengah ujan, dengan terpaan angin.

Pernah suatu saat gw jalan ama temen baek orang Belanda, dia udah sering banget ke Indonesia untuk keperluan riset maupun jalan-jalan. Dan gw bilang, kalo cuaca jelek kaya gini, orang Indo gak akan jalan keluar, kita pasti tinggal di rumah dan bobo.
Trus dia bilang: 'Yeah but you (Indonesian people) sleep all the time.'

Emang bener sih, sebrapa sering kita liat orang kantoran tidur bahkan pada saat jam kerja?
Kalo disini, orang malu kalo ketauan korupsi waktu pas jam kantor!
Bahkan gw liat temen-temen gw tuh malu kalo buka Fb pas waktunya di sekolah atau pas lagi pake pake komputer sekolah. Buat mereka kalo pas lagi di sekolah ya waktunya belajar, bukan maen-maen yang laen.

:: Selanjutnya soal kejujuran ::
 
Di Kopenhagen, temen kuliah gw ilang kalung emas-nya dikelas seminggu sebelumnya.
Dia bahkan gak sadar kalo kalung emas-nya ilang disitu.
Lalu seminggu setelahnya, ada petugas kebersihan yang masuk ke kelas dan nanya;
" Kalian ada yang kehilangan kalung? Karena gw nemu ini di kelas pas bersih-bersih."

Gw salut sama kejujuran orang Denmark!
Bahkan bisa diliat kalo di museum-museum Kopenhagen namanya pajangan koleksi antik gak selalu dikasi tali pembatas. Karena mereka percaya kalo orang gak akan ngapa-ngapain juga tuh koleksi (gak akan dipegang, apalagi dibawa pulang).
Sayangnya, banyak turis (Asia terutama) yang menyepelekan rasa kepercayaan ini, dan mereka seenaknya aja megang-megang koleksi antik usia ribuan taun itu, padahal udah dikasitau gak boleh!

Refleksinya, stelah lama tinggal dsini dan merasakan bahwa nilai-nilai yang gw anut lebih relevan dibanding kalo gw tinggal diluar negri (sayangnya)- gw jadi males balik Indo.

Sejujurnya, gw tetep cinta Indonesia! Bahkan ada suatu rasa yang kuat dalam hati gw, mungkin sudah ditaruh sama Tuhan, bahwa segala ilmu yang gw peroleh bisa dipake untuk membangun bangsa RI. Tapi saat ini gw merasa pesimis, apakah gw yang masi muda ini bisa dipake dalam rencanaNya.

Tapi lalu dalam Sunday Service di Kopenhagen, pendeta-nya mengingatkan tentang cerita Musa, yang dipanggil Tuhan untuk menyelamatkan bangsa Israel dari penjajahan Mesir.
Dan dia juga merasa pesimis, karena waktu itu dia masi muda, dan juga gak pinter ngomong etc.

Pesannya satu aja :  kalau Tuhan sudah punya rencana, apa pun pasti terlaksana.

Entah lewat gw yang masih muda ini, atau orang lain... Kita lihat saja nanti di masa depan yah.

Thursday, February 23, 2012

:: Film 'bau' medis ::

Akhir-akhir ini saya tergila-gila sama serial 'Trauma' yang diputer di stasiun TV swasta tiap malem.

Memang banyak alasan yang bikin film ini bagus untuk ditonton, para pemaen enak diliat (kalo dibilang semua cakep engga juga sih), alur ceritanya menarik gak bikin bosen, atau terlalu cepet sampe gak ngerti, tapi juga intens sama intervensi medis. Dan karena film ini bercerita tentang profesi medis, asik aja ngeliatnya - mengingatkan sama masa-masa dulu waktu masih pegang pasien di rumah sakit (huhuhu... sok nostalgila deh).

Walaupun dari dulu saya penggemar e.r (emergency room) juga - yang naskahnya ditulis oleh Michael Crichton (dia dokter juga, walaupun lebih terkenal sebagai penulis novel e.g. Jurassic Park, Congo dst) dan serial medis laennya seperti scrubs (yang sebenernya lebih banyak cerita drama-nya).

Melihat orang luar negri (lebih tepatnya mungkin orang USA, abis yang bikin serial medis emang kebanyakan dari sini) yang begitu canggihnya punya teknologi untuk life-saving sampe pake helikopter (seperti di serial Trauma) jadi agak sirik juga.

Agak sirik karena dua hal; pertama, kenapa sih teknologi atau sistem kesehatan kita gak bisa semaju seperti mereka. Satu lagi, kenapa sih kita gak punya serial medis dalam negri yang keren (atau seengga-engganya mendidik masyarakat supaya lebih pintar) seperti mereka.

Ehm . . . sejujurnya ada beberapa channel stasiun TV swasta yang ampir-ampir gak pernah ditonton karena tiap kali isinya gak mutu. Apalagi kalo jam prime time (waktu orang makan malem) biasanya saluran TV penuh sinetron dengan target ibu-ibu.

Alur ceritanya gak masuk akal, yang penting pake aktor/aktris cakep atau cantik.
Pokonya nonton 5 menit aja channel ini udah bikin kesel, pengen protes tapi gak tau ke siapa.

Lalu waktu itu ada temen dokter juga posting di wall Fb dia, yang protes kenapa di dalam sinetron ada dokter (peran 'dokter' tentunya, aslinya artis doang pake jas dokter) yang bilang kalo ginjal itu harus ditransfusi ???!???!???

Tentu aja untuk orang-orang yang ngerti medis fakta-fakta yang gak akurat ini bikin kesel.
Emang sih namanya sinetron, alur ceritanya aja gak masuk akal, kenapa juga detail yang lainnya mesti masuk akal?
*grgrgrgr*

Padahal kalau si sutradara atau siapa pun itu yang bertanggung jawab bikin sinetron mau usaha dikit mestinya dia bikin riset dikit. Gimana sih prosedur kalau mau nolong orang yang gagal ginjal, misalnya. Dan mustinya istilahnya transplantasi bukan transfusi.
Dan transplantasi ginjal prosedurnya gak semudah seperti ganti ban bocor di mobil.

Itu sih kalau yang bikin sinetron emang punya tujuan mulia pengen membuat tontonan yang mendidik atau mencerdaskan penonton ya.

Tapi yah, it's real life hey, mereka kan cuman mau duit duit duit.
Makanya sistemnya juga kejar tayang, gak penting isinya apa.
Toh orang yang nonton juga gak ngerti apa artinya istilah tadi.


Kembali ke dampak tayangan sinetron yang tidak mendidik tadi - ada sebuah contoh nyata (dari cerita seorang kolega juga yang menangani pasien) ada seorang pasien yang menyangka dirinya anak angkat dan minta dicek DNA segala hanya karena golongan darahnya beda sama orang tuanya.

Kesian sekali emang, gak semua orang ngerti pelajaran biologi waktu SMA (atau bolos waktu pelajaran tsb) tentang rhesus dkk. Tapi kebodohan itu jadi semakin didramatisir oleh tontonan sinetron soal anak angkat, anak ketuker waktu lahir, dan sterusnya.

Mungkin nanti, di masa depan, saat kebutuhan tontonan yang lebih masuk akal mulai tumbuh, perlu dipikirkan supaya saya berganti profesi untuk jadi penulis naskah yang berbau medis seperti Michael Crichton.

Karena sebenernya dunia medis yang sesungguhnya menarik juga koq, gak kalah banyak intrik-nya seperti sinetron. Ada banyak persaingan, tantangan, tapi sekaligus juga penuh pencitraan di mata orang 'luar'.
Selain itu juga, ada tujuan mulia supaya orang awam bisa membedakan apa yang menjadi hak-nya sebagai pasien - dan tidak mau dibodohi oleh kalangan medis itu sendiri.

Untuk sementara, saya cuman bisa menulis curhat-an di blog ini aja dulu sambil bilang dalam hati, 'Yah namanya juga Indonesia. . .'

Sori ya lagi-lagi bukan soal traveling . . . hehe :D

Wednesday, January 25, 2012

[bukan] cerita cinta :: bagian dua ::

cerita ini lanjutan dari tulisan yang judulnya

jadi buat yang udah baca sebelumnya . . . ini dia kelanjutannya . . .


Ada satu destinasi yang sebenernya gak seriusan gw rencanakan tapi berakhir sangat berkesan dan exceptional, yaitu pas ke Genoa, kota pelabuhan di Italian Riviera (daerah selatan sebelah barat, berbatasan dengan Prancis) 
Dari sini juga asal pelaut Christoforus Colombus (nama aslinya dalam bahasa italia= Christoforo Colombo) yang pernah menjelajah berbagai benua termasuk Amerika.

Host gw yang di Firenze bilang sebenernya gak ada apa-apa di Genoa kecuali kapal-kapal punya orang kaya di pelabuhan (dan dia bilang mending dilewat aja).

Owya, sebenernya waktu di Firenze sebenernya gw pengen stay lebih lama tapi ternyata pas mau booking hostel/hotel semuanya udah penuh.
Karena summer holiday jadi susah banget nyari kamar kosong, penuh sampe 1-2 minggu ke depan! Akhirnya gw cuman stay tiga hari dan kepaksa cabut lebih awal.

Akibatnya gw malah nyampe ke Genoa lebih awal dari yang direncanakan.
Selaen itu host pas disana setelah dikontak juga bilang gada masalah dengan kedatangan gw yang lebih awal dari jadwal.
Dia bakal jemput gw nanti kalo udah nyampe train station di Genoa, katanya.
(baik ya?)

Kalo gw liat profil-nya di CS sih gak banyak yang bisa diceritain/ Orangnya keliatan juga suka traveling tapi lebih ke explore alam e.g. gunung, lokasi taman konservasi (dari poto-potonya).
Tampangnya sih lumayan, yang pasti keliatan Italian banget  :-)

Dari awal pun gw bisa bilang kalo cowo ini hatinya baik, dia nawarin kalo butuh info apapun soal Italia boleh nanya ke dia (dan sebenernya semua bisa di-gugel jaman sekarang).
Untuk pertama kalinya selama ngetrip sendirian di luar negri ada orang yang baru  dikenal mau jemput pas gw nyampe di train station.
Ternyata . . . . selain orangnya baek dia lumayan good looking dengan sepasang mata hijau yang bagus banget kaya boneka (hehehe... kesannya koq jadi gak gagah), hidungnya juga  mancung kaya patung Yunani.
Badannya sih gak terlalu tinggi tapi kenceng berotot karena dia suka maen sepak bole. Tinggi badannya sekitar 6 kaki (pas gw nanya ternyata 'cuman' 177 cm, tapi teteup aja berasa tinggi soalnya gw mungil seperti Cleopatra... :-)

Kita sebut aja si cowo charming seperti aktor film Italia klasik ini dengan nama M.
Malem pertama gw nyampe Genoa ini langsung gw 'diculik' dia ke daerah deket pantai sekitar 1 jam dari situ namanya Camogli.

It was indeed a breathtaking place.

Lalu gak jauh dari situ ada kios yang jual es krim alias Gelatteria.
Sejujurnya gw belom makan malem waktu itu dan udah lewat waktu makan malem (skitar jam 11 malem waktu gw nyampe train station Principe di Genoa) jadi gw menolak tawaran untuk beli gelatto.
Agak menyesal juga sih, karena pas nyobain beberapa suap dari M ternyata itu salah satu es krim paling enak yang pernah gw coba!

Berkesan banget buat gw malem itu, karena multiple combined factors;
cuacanya pas lagi bagus (walau malem hari tapi gak terlalu dingin), pemandangannya indah, temen jalannya juga menyenangkan, dan pembicaraannya juga menarik.

Kebanyakan orang-orang yang gw temui sepanjang perjalanan selalu menarik, in a way mereka enak diajak ngobrol (kecuali 1 cowo Australi yang gw kenal selama di Stokholm. Yang gak terlalu nyambung ngobrolnya).

Tapi M ini sangat exceptional buat gw karena selain ngobrolnya nyambung personality-nya berasa 'hangat' (mungkin karena dia juga orang Italia yang secara umum emang lebih hangat daripada orang di utara).

Bahasa Inggris dia gak terlalu lancar dan pronunciation-nya kadang gak jelas plus aksen Italia kental, yang somehow bikin jadi lebih seksi!
Dia juga punya banyak cerita lucu dan walaupun kadang suka keliatan sedikit keeping a distance di awal tapi lama-lama mencair juga (terutama setelah 1-2 gelas wine  :-)
Ow yah, he was indeed preparing a dinner for me the night after.
 
M nanya apakah mau nyoba masakan dia (lagian gw gak pernah nolak kalau ada cowo yang nawarin untuk masak) lalu dia bikin pasta pake anchovy, yang ternyata enakkk banget!

Besokannya gw gantian nyoba bikin nasi goreng tapi gagal. Hiks.
Kata M sih nasi gorengnya enak dan tetep dia abisin (tapi gw yakin dia bilang itu cuman supaya gw gak kecewa).

Selama 4 hari yang menyenangkan gw tinggal di Genoa lebih lama dari yang direncanakan.
Rasanya jadi berat banget mesti cabut dari kota ini :'(
Tapi the trip must go on, even for me it's so natural to say goodbye these days . . . unfortunately it always harder when you get along with someone you just met.

Beberapa bulan setelah kunjungan gw ke Genoa, akhirnya gw memutuskan untuk balik lagi di bulan September- alasan utamanya karena gw homeless- apartement di Kopen udah beres kontraknya sejak awal Agustus, tapi gw masi harus stay di eropa karena ada konfrens di Barcelona pas awal Oktober.

In short words, I stayed here and there in different places (or countries) for 2 months.

Kesannya sih menyenangkan, pindah-pindah ke beberapa kota di Eropa dengan alasan gak punya tempat tinggal tetap.

Ada gak enaknya, itu pasti. Enaknya juga ada.
Yang pasti karena keadaan gak punya tempat tinggal tetap ini akhirnya gw memutuskan untuk balik aja ke Genoa, then again setelah nanya M juga gak keberatan.
Soalnya dia punya kamar kosong (yang emang dipake khusus untuk tamu), dan dia juga jomblo (dia bilang keadaan gak memungkinkan untuk punya pacar karena dia terlalu sibuk sama kerjaan).
Hehe... Sebenernya gak ada hubungan dengan dia punya kamar kosong dan status kejombloan dia.

Yang bikin gw memutuskan untuk nebeng di tempat dia, karena optimis aja  bahwa cowo yang hatinya baik seperti setengah malaikat ini bakal membuka rumahnya untuk cewe homeless dari negara dunia ketiga.

Lagian gw coba untuk gak merepotkan dia selama tinggal disana, nawarin untuk belanja barang-barang keperluan sehari-hari, beberes rumah (dia udah punya housemaid juga yang dateng seminggu sekali), dan masak dinner (lebih seringnya dia order pizza). Hmmm kalo dia order pizza gw suka ikutan minta juga, abis pizza a la Italia itu kulitnya tipis, crunchy, isi atasnya penuh, jauh lebih enak daripada pizza a la US yang tebel. Poko gak rugi deh jauh-jauh ke Italia untuk nyobain pizza....heuheuheu.

Jauh di dalem hati gw, sebenernya pengen banget bawa pulang cowo kaya gini untuk calon menantu buat mamah gw.
Apa daya bagasi SQ jatahnya cuman 20 kgs, jadi gak bisa bawa barang banyak-banyak apalagi bawa cowo.

Selaen penampilan fisiknya yang menarik, M juga humanitarian.
Dia pengen suatu saat bisa tinggal dan kerja volunteer buat anak-anak di Afrika (kalo udah gak butuh duit, katanya).

Owya, karena dia juga traveler dan explorer,  kadang kita suka ngobrol ngalor ngidul soal tempat-tempat yang pengen kita kunjungi suatu saat di masa depan.
Gw juga boleh dapet akses ke foto-foto hasil dia traveling ke beberapa tempat di Amerika Selatan dan Afrika (lalu dibajak, gw bilang siapa tau suatu saat mau buka pameran foto :-)

Kita juga sama-sama pecinta binatang. 
Kalau bisa reinkarnasi dia mau terlahir lagi sebagai elang, sedang gw mau terlahir kembali sebagai lumba-lumba.
Wah sayang sekali kita gak berada dalam medium yang sama.

Air dan Udara.

(Sebenernya gw juga gak keberatan kalau terlahir kembali sebagai elang, karena gw juga seneng terbang pake pesawat tapi gw gak suka makan ular.
Dulu waktu SD kita belajar tentang piramida makanan, elang itu makanannya ular kan? Atau kalau reinkarnasi mungkin gw bisa jadi elang pertama yang diet vegetarian).

Tapi untungnya di dunia sekarang kita masih sama-sama hidup di darat.

Dua hari sebelum cabut dari Genoa, gw berpikir mau ngasi sesuatu buat M.
For he's been really nice to me and he has cured my heart.
Lewat dia, gw jadi bisa belajar lagi bahwa ada juga cowo di dunia ini yang bisa dipercaya dan juga percaya sama gw.
Akhirnya gw beliin dia novel The Alchemist karangan Paulo Coelho (dalam bahasa Italia, tentunya).

Waktu M nganterin gw ke airport, gw berusaha sekuat tenaga supaya gak nangis atau bertampang sedih karena mesti meninggalkan Genoa dan host gw yang udah taking care of me very well

Dan gw juga gak mau say goodbye.
Instead, gw bilang kalo kapanpun dia mau maen ke Indonesia pasti akan selalu diterima dengan tangan terbuka. 
Siapatau juga kita bakalan ketemu di salahsatu lokasi travel destination kita di masa depan. 

Life has take me unexpectedly to places I have never imagined before.
I might never know will I ever see him again in the future.
But even for a short moment, he has been a blessing to my life
.

Grazie mille.



PS. gw juga sempet bikin video (dan diaplot) di youtube yang intinya tentang cerita kenapa hati gw ketinggalan di genova (cieh). tapi gak gw embedded disini. buat yang mau liat silakan buka link-nya langsung aja ya
disini 

Friday, December 24, 2010

Belanda-Jerman :: Kacau karena badai salju

Akhirnya bisa nulis bLog lagi, setelah beberapa hari yang lalu nginep di airport Dusseldorf (pesawat kena cancel gara-gara salju euy), lalu sehari sebelumnya mesti jalan pulang ke rumah (skitar 6 kilo lebih!) gara-gara tram,bus dan train di Amsterdam gak ada yang lewat (salju juga penyebabnya)
Europe sucks when it snows !

Masi tentang kejadian di Ams:
Pada akhirnya aku tetep nyasar juga-on the way home ituh- soalnya disorientasi tempat,
smua rasanya putih dan walopun uda muter-muter tapi tetep gak ketemu juga :'(
Desperately aku nanya ke orang yang lagi mau masuk mobilnya -gimana caranya mau balik ke jalan tempat gw punya nginep-
Dia bilang jauh banget kalo jalan, so dia bilang naek mobil gw aja tar dianterin.
Abis dia kesian gw sih liat gw udah mau mewek -_- putus asa nyari jalan gak ketemu gara-gara salju sialan ...
Anyway, ternyata dia orang Ghana tapi uda lama tinggal di Amsterdam.
Trus dia bilang gak nyangka kalo gw udah tuwir soalnya tampangnya kaya masi muda banget...
(hihihi.... gak penting ah)

Yowes, sampai dengan selamat dirumah, tapi alhasil ketinggalan train menuju Jerman.
Later on, emang ternyata train itu gak masuk Amsterdam Centraal juga gara-gara salju+cuaca jelek.
Malahan besoknya pas gw ngejar next train gausa beli tiket baru, tiket lama gw cuman dicap+dikasi stiker lalu suru naek jadwal keberangkatan berikutnya.
Lumayan 29 Eur gak hilang sia-sia, gw kena apes kolektif gara-gara badai salju.

Di Amsterdam Centraal udah hectic banget percis kaya di terminal Pulogadung menjelang lebaran (gak perna ke Pulogadung jg pas lebaran.... sotoy deh)
maksudnya, semua passangers yang gak bisa terbang karena Schipol ditutup mesti pake train ke kota laen (Paris/Brussel) tapi train juga jadwalnya ngaco ... blum tentu ada secara jalurnya ketutup salju, malah bahaya kalo teteup jalan.
Trus turis2 yang terlantar udah pada pasrah aja ngampar di lantai*, blum yang mau ngantri ke customer service mesti nunggu 1 jam.
*tau gak ngampar apa? ngampar (=bahasa Sunda) lesehan
Pokonya kacaw balaw, tapi akhirnya gw berhasil juga dapet train pengganti ke Jerman.

Tiket gw mestinya sih naek ICE=train super cepat yang bisa nyampe Essen cuman 2.5 jam dari Amsterdam.
Tapi in last minute ada perubahan jadwal, train gw diganti karena ICE-nya gak bisa masuk Nederlands, jadi qta dibawa pake train NS biasa (yang lelet) untuk ketemuan sama ICE di Arnhem (perbatasan Belanda-Jerman).
Lalu di Arnhem terjadi kekacawan lagi.
Train ICE yang dari Jerman penumpangnya mesti switch ke train NS qta (karena mreka mau ke Ams Centraal) dan qta yang turun dari NS masuk ke ICE menuju Jerman.
Kebayang gak sih ribetnya kaya apa.
Kalo gak kebayang, liat aja gimana situasi orang rebutan tempat di Gambir menjelang lebaran.... uda mirip koq.
Masalahnya gw mesti bawa backpack dan koper gede... tapi masalah gw gak sebrapa heboh dibanding ada rombongan ibu2 dan bapak2 dari Indo (pake basa Sunda malah, kayanya pejabat nih kalo di negri asalnya) yang bawa beberapa koper+tas, rusuh mesti pindah kreta.

Anyway, untuk pertama kalinya selama bolak-balik di Eropa naek kereta supercepat (ICE) tapi harus berdiri sepanjang perjalanan!
Penuh bo! Sampe di gang tempat orang jalan juga diisi orang-orang yang berdiri desak-desakan, gak beda jauh deh sama naek busway/metromini di Jakarta jadinya.

Salju oh salju, ternyata gini rasanya terjebak badai salju di negara maju.
Your Fonts - Font Generator