Showing posts with label random things. Show all posts
Showing posts with label random things. Show all posts

Monday, February 2, 2015

those skinny feet that took me everywhere

Gak semua yang dibilang orang ke kita itu pasti benar.

Ini kesimpulan yang saya ambil sejak usia dini.

Dulu banget, tentunya sama seperti kebanyakan anak kecil lainnya, orangtua jadi referensi tentang dunia ini. Apa apa yang kita gak ngerti pasti kita tanyain ke ibu/ayah atau mama/papa sebagai sumber informasi primer.

Dulu banget juga, saya yakin orang tua banyak mengajarkan hal-hal yang memang benar adanya. Tapi ada juga informasi yang kurang akurat atau bahkan 'kebohongan' yang mereka sampaikan ke anak-anaknya.

Salah satunya tentang Sinterklas.

Sampe umur 10 tahun lebih, saya percaya luar dalam bahwa Sinterklas memang benar-benar ada. Dan mereka bakal kasih kado ke anak-anak yang baik kelakuannya di akhir tahun.

Sehingga tiba saat dimana fakta yang sebenarnya terungkap… maka dunia pun serasa gempa sesaat. Ternyata… orangtua yang saya percaya selama ini tega membohongi anaknya sendiri.

Maka sejak usia dini saya pun memutuskan bahwa orangtua bukan lah (selalu) jadi sumber informasi yang dibutuhkan.
Beruntungnya, saya tidak pernah merasakan kekurangan sumber bacaan seperti buku, majalah, ensiklopedia ataupun media pertukaran informasi lainnya di masa kecil.

Setelah dewasa (FYI kedewasaan saya dimulai pada umur 18 tahun, saat resmi menjadi mahasiswa semester pertama fakultas kedokteran) banyak informasi yang saya butuhkan tidak lagi berasal dari kata-kata orang tua. Terutama karena pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa mereka kadang-kadang (sengaja atau tidak) memberikan saya informasi yang salah.

Salah satunya yang dulu sering saya dengar:

'Orange bule itu jarang mandi, badannya bau keju.'

Sampe sekarang nenek dari pihak ibu saya pun masih suka meng-indoktrinasi dengan pemikiran serupa.

Pernyataan tersebut, kalau ditelaah lebih jauh dari kacamata peneliti sosial demografik misalnya:

'Orang bule yang mana?'
Apakah bule asal Eropa, Amerika, atau Australia.

Kalau yang dimaksud bule asal Eropa, Eropa belah mana?
Apakah orang Belanda, dimana nenek saya memang familiar dengan kebiasaan mereka yang jarang mandi (terutama saat musim dingin).
Atau orang bule Prancis yang memang menurut survey paling jarang ganti underwear dibandingkan cowo asal negara-negara lainnya di daratan Eropa.

Pernyataan diatas bisa dibilang entah terlalu meng-generalisasi, terlalu cepat mengambil kesimpulan, atau hanya prejudice semata.
Entahlah….

Tapi bisa dibilang pernyataan serupa muncul di belahan dunia mana pun.

Saat saya di Belanda, orang lokal punya prejudice sendiri tentang negara tetangga si orang Jerman. Temen-temen bule Belanda di kelas saya juga suka mengeluarkan pernyataan yang sedikit melecehkan tentang orang asal Belgia.

Di Belgia, temen bule saya menyinggung tentang negara Prancis yang mencuri 'Patat Vries' mereka dan menggantinya dengan nama 'French fries'.
Mereka yang di Prancis Utara bilang orang yang tinggal di Prancis Selatan lebih santai, tukang bermalas-malasan dst.
Lalu saat tinggal di Prancis Selatan, orang lokalnya membenci mereka yang berasal dari Prancis Utara (terutama dari kota besar seperti Paris) karena dianggap sombong, tidak sabaran, tidak mengerti kultur selatan yang ramah, penuh toleransi and so on.

Jadi, being a bit here, there and everywhere mengajarkan saya untuk tidak selalu percaya akan pernyataan pertama yang saya dengar ketika tiba di suatu daerah.

Atau in general, gak gampang percaya sama apa pun yang pernah kita dengar sebelumnya.

Mereka yang lebih tau duluan tentang suatu hal, bukan berarti mereka pasti benar.
Lagian ilmu pengetahuan aja selalu berubah… Contohnya orang jaman dulu percaya kalo bumi itu datar.
Dan ilmuwan pertama yang bikin pernyataan kalau bumi itu bulat langsung mendapat pertentangan dari pihak yang berkuasa (termasuk gereja, yang saat itu mengkategorikan sebagai ajaran sesat).

A bit skeptical and critical itu penting juga koq. Apalagi untuk spesies kita.
Itulah yang membedakan homo sapiens dengan makhluk bertulang belakang lainnya.
Secara proporsional, ukuran otak kita mungkin masih kalah dengan dolfin, mamalia dengan kecerdasan tinggi lainnya yang populasinya berkurang (bahkan terancam) karena keberadaan manusia.
Fortunately bukan ukuran otak (semata) yang menentukan kecerdasan, tapi lipatan-lipatan gyrus-nya. Dalam bahasa yang lebih dimengerti: Semakin sering kita menggunakan otak, akan semakin terasah kemampuannya.

Critical thinking, inevitably adalah bagian dari proses otak untuk terus berkembang.
Kebalikannya dari indoktrinasi.

Menerima mentah-mentah sebuah informasi tanpa mempertanyakan keabsahannya sungguh bertentangan dengan proses normal otak yang sehat.
Tapi tentu aja ada sebagian orang yang diuntungkan dengan teknik indoktrinasi.
Di filem-filem maupun kehidupan nyata, umumnya bila sebuah pihak ingin berkuasa (atau berniat melanggengkan kekuasan) maka kebebasan berpikir adalah haram adanya.

Indoktrinasi tentunya penting bagi kekuasaan absolut.
Mau contoh?
Liat aja Korea Utara. Di situ ada indoktrinasi dalam level ekstrim.

Contoh yang gak terlalu ekstrim adalah anggapan sebagian bangsa Indonesia yang berpikir bahwa pemimpin mesti berpostur tinggi, tegap, gagah, tegas dengan latar belakang militer.
(Dan bukannya ceking, kurus, tampang ndeso, dari rakyat sipil).

Psikoanalisisnya?
Karena bangsa kita adalah bangsa yang pernah terjajah.
Terjajah selama 350 tahun bukanlah waktu yang singkat.
Dan penjajahan itu masih menyisakan rekaman mental, bahwa postur orang Belanda (yang cenderung tinggi, tegap, karena diet mereka yang tinggi protein) lebih cocok memimpin dibanding rakyat pribumi (yang cenderung kurus, kering, karena kurang gizi dan kerja paksa).

Jadi revolusi mental memang diperlukan.
Terutama bagi mereka dengan 'mental terjajah'.

Yang kita kira benar selama ini: Pemimpin terlahir dengan figur tertentu, tinggi, tegap dan gagah seperti SBY (yang sempat) jadi idola kaum wanita* selepas pemilu 2004 lalu.
* Sayangnya penulis tidak termasuk dalam golongan mereka yang mengidolakan beliau.

Kenyataannya: Mereka yang berjiwa pemimpin tidak mempunyai kriteria fisik tertentu. Contohnya Suryadi Suryaningrat, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan banyak orang pribumi Nusantara bertampang ndeso lainnya ternyata mampu membawa perubahan signifikan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Maka pesan penutup dalam tulisan ini adalah: Gak semua yang dikatakan orang itu benar. Terutama kalau orang yang jadi referensi kita adalah mereka yang telah berhenti belajar. Atau mereka yang berguru pada ilmu yang outdated.

Hidup ini cuman sekali. Mungkin kita ada disini agar kita mampu mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hidup.

You have mouth, you can ask.
You have eyes, you can read.
You have brain, you can think.
You have time, you can travel.

Camogli, Liguria (IT) autumn 2011

PS. And no, Denmark should not considered as one of the happiest places on earth.


Malapascua, Cebu (PH) summer 2012
Wadi Rum (JO) spring 2014
St. Cergue (CH) winter 2015
milano 02.feb.2015

Tuesday, February 21, 2012

Life :: Random things ::

Well, udah lama gak ngisi bLog ini,
tentunya karena ada kesibukan sehubungan dengan penentuan karir di masa depan
(Gaya banget ngomongnya, bilang aja nyari kerjaan baru : )

Tapi, your job is not your career.

Jadi nyari kerjaan baru gak selalu berhubungan dengan membangun karir.

Ok, karena masi belum official, saya jadinya gak akan ngebahas soal itu.
Lagian ini kan judulnya travel bLog (walaupun karir baru saya nanti mudah-mudahan masi mendukung hobi jalan-jalan tentunya *evil grin*).

Baru-baru ini ada perubahan rencana, soal tadinya mau launching e-book tapi sepertinya harus ditunda. Sori ya . . . ( Geer juga, emang banyak yang kecewa gara-gara gak jadi?!?)

Sebagai gantinya, ada proyek yang lain sih (masih rahasia juga) yang tujuannya bukan (hanya sekedar) teaser supaya orang Indonesia mau lebih exploring tapi lebih ke pembangunan karakter.
Karena melihat dan mencermati, kayanya itu yang lebih urgent untuk situasi bangsa Indonesia masa sekarang.

Anak-anak muda seperti kehilangan arah. Mereka gak tau apa yang benar dan apa yang salah karena generasi tua-nya juga tidak bisa menjadi contoh/ teladan yang benar.
Apa yang diajarkan di sekolah cuman teoritis, lalu di luar praktek yang mereka lihat jauh berbeda.

Sedih gak sih kalau di masa depan generasi muda kita akan menjadi jajahan dari produk globalisasi?
Anak-anak muda lebih peduli sama segala sesuatu yang sifatnya fisik daripada membangun karakter.

Mereka lebih menghargai orang yang punya gadget canggih daripada orang yang punya karakter tangguh.

Selama saya tinggal di Belanda (sekitaran Amsterdam), jarang saya lihat anak-anak kecil pegang Hp atau gadget canggih.
Disini anak-anak usia SD sudah mahir bermain dengan iPad maupun gadget canggih lainnya.

Di Bandung kawasan perkotaan, dianggap wajar kalau anak SMP sudah punya Hp/ Blackberry (padahal kebutuhan mereka apa sih? BBm-an sama temen yang setiap hari ketemu di sekolah?).
Sedangkan di Belanda, orang yang punya BB yah yang berhubungan sama bisnisnya.

Di kelas saya yang isinya 90% orang Belanda (sisanya 1 orang Spanyol, 1 dari Benin, 1 dari Australia dan 1 dari Indonesia- saya) cuman ada 1 orang yang punya Blackberry.
Dan gak ada yang punya iPhone!
Padahal kelas saya tuh tempat kursus dokter-dokter yang mau jadi Tropical doctors, dan mereka bayar kursus itu mahal banget (kalo saya sih gratis, dapet beasiswa : )
Buat mereka gadget canggih itu gak bikin seseorang jadi lebih cool.

Mereka emang cuman beli barang yang sesuai kebutuhan, dan yang namanya Fb, Twitter, dan yang laen-laennya itu gak populer.
Beberapa temen saya emang punya account profi seperti LinkedIn, tapi gak semua orang punya Fb misalnya.
Yang punya Fb juga gak narsis gonta-ganti status yang gak penting (seperti kebiasaan beberapa orang yang saya kenal di Indo).
Status mereka itu isinya biasanya ngasitau kalo mereka udah punya baby, pindah ke Afrika (tempat kerja baru) atau lebih ke announcement yang bisa dilihat oleh kenalannya.

Kalo orang-orang yang saya kenal di Indo, semua hal yang gak penting bisa jadi inspirasi untuk status Fb. Mulai dari kecengan yang kelakuannya aneh, sebel sama orang, marah-marah sama orang baru ketemu di jalan.
Emang sih silakan aja mo nulis apa pun kan emang account Fb punya sendiri.
Yang males paling ya temennya, yang kepaksa harus ngebaca.

Tapi kalo dipikir-pikir, kenapa sih gak ada temen-temen saya yang di Belanda/Denmark yang punya status norak/ gak jelas gitu.

Kemungkinan, ini baru kemungkinan aja karena hasil analisa saya semata sih.

Orang Belanda/Denmark itu punya satu karakter yang sama yaitu 'tough' . . . ehm terjemahan Indonesia-nya mungkin karakter keras, gak mau keliatan lembek.

Mungkin karena iklim di belahan bumi utara yang gak bersahabat juga yang bikin karakter orang-orang ini jadi gak terlalu sensitif.

Contohnya, waktu saya naek sepeda di Amsterdam, dalam suhu 14 derajat Celcius, dan kecepatan angin 20-30 km/jam. Duh buat saya waktu itu rasanya udah ampun-ampunan deh, apalagi buat yang badannya kecil kaya saya rasanya jarak tempuh 8-12 km tuh seperti gak nyampe-nyampe.
Apalagi yang namanya ujan tuh biasa banget di Belanda, di musim panas pun bisa muncul ujan.
Terlebih saat musim gugur atau winter.

Tapi nyatanya, temen-temen saya di Belanda atau Denmark tuh kayanya tetep aja pada naek sepeda. Emang sih mereka komplen soal cuaca jelek (dan mreka bilang selalu komplen sepanjang taun, karena ampir jelek terus).
Walopun cuaca jelek teteup aja temen-temen saya ini gada yang switching naek kendaraan umum keq. Katanya sih 'Ah lama-lama juga biasa, lagian itu kan cuman ujan air'.

Di Belanda/Denmark kalau saya perhatikan juga kalo cuman ujan kecil sih gada orang tuh yang pake payung atau jas hujan. Semua lalu lalang seakan-akan gak ada apa-apa.
Apalagi di Kopenhagen, tempat saya tinggal, temen-temen saya orang Denmark suka bilang kalo semangat Viking itu 'gak melempem', tangguh, dan pantang menyerah.
Mereka juga suka pake baju tipis padahal suhu masih dingin, katanya supaya badan mereka jadi kebiasa tus lama-lama jadi kuat deh.

Anak-anak kecil di Belanda dan Denmark juga gak dimanja.
Dari kecil dibiasain kena angin (duduk di sepeda) dan maen di salju walaupun dingin.

Viking code
Beda banget begitu saya balik Indo lagi.
Despite cuaca disini hampir sepanjang taun konstan hangat (always summer, kalo saya bilang ke temen-temen bule) tapi akibatnya mental bangsa kita juga jadi keenakan.

Kena ujan dikit langsung sakit. Lupa pake jaket langsung masuk angin.

Itu contoh sederhananya.

Contoh laennya juga banyak.

Dari sekolah kita diajar untuk menghargai hasil bukan proses.
Contohnya, guru selalu memperhatikan murid yang nilainya bagus, bukan yang aktif di kelas selama proses belajar.
Akibatnya, murid lebih termotivasi untuk nyontek (supaya dapet nilai bagus), ketimbang aktif mengikuti proses belajar mengajar.

Owya, ini juga saya rasakan waktu masuk kelas bule-bule ini pertama kali.
Saya merasakan sebagai orang Indo koq saya malu sekali untuk bertanya.
Saya takut salah kalau bertanya, atau pertanyaan saya termasuk 'pertanyaan bodoh' dst.

Akhirnya temen-temen bule saya bilang: 'There's no such thing as stupid question.'
Lagian kita disini kan sama-sama belajar.

Dan mreka para bule tuh independent thinkers sekali.
Itu karena sejak kecil yang namanya opini tuh sangat dihargai.
Opini anak kecil juga dianggap sama kaya orang dewasa.

Gak pernah saya denger kalo ada anak kecil ngomong tus orang dewasanya bilang:
'Ah kamu kan anak kecil, udah deh gak usah ikutan ngomong.'

Karena setiap opini dihargai, mereka juga berani untuk menentukan sikap.
Mereka juga gak suka 'ikut-ikutan'.
Kalau buat kamu cocok ya silakan, tapi belum tentu buat saya juga cocok.

Akibatnya emang kadang-kadang pas kerja kelompok susah sekali menyatukan beberapa independent thinkers ini, tapi yang bagusnya lagi, mereka juga fair banget.

Artinya, kita bisa bertengkar karena berbeda opini saat diskusi dalam kelas.
Tapi diluar kelas, it's all over. Kita jadi temen lagi, karena apa yang kita diskusikan tadi gak usah dibawa personal.

Pokonya semua pengalaman berharga selama saya menempuh studi diluar ini bikin saya kepikiran gimana membangun karakter bangsa Indonesia, terutama anak-anak generasi mudanya. Karena kan mereka yang nanti akan menggantikan generasi tua yang sudah korup dan gak bisa diapa-apain lagi (kecuali sama KPK).

Oke deh, itu dulu cerita tentang random things ya . . . hehehe . . . . kecewa deh gak ada cerita travelingnya ^^

Wednesday, January 25, 2012

[bukan] cerita cinta :: bagian dua ::

cerita ini lanjutan dari tulisan yang judulnya

jadi buat yang udah baca sebelumnya . . . ini dia kelanjutannya . . .


Ada satu destinasi yang sebenernya gak seriusan gw rencanakan tapi berakhir sangat berkesan dan exceptional, yaitu pas ke Genoa, kota pelabuhan di Italian Riviera (daerah selatan sebelah barat, berbatasan dengan Prancis) 
Dari sini juga asal pelaut Christoforus Colombus (nama aslinya dalam bahasa italia= Christoforo Colombo) yang pernah menjelajah berbagai benua termasuk Amerika.

Host gw yang di Firenze bilang sebenernya gak ada apa-apa di Genoa kecuali kapal-kapal punya orang kaya di pelabuhan (dan dia bilang mending dilewat aja).

Owya, sebenernya waktu di Firenze sebenernya gw pengen stay lebih lama tapi ternyata pas mau booking hostel/hotel semuanya udah penuh.
Karena summer holiday jadi susah banget nyari kamar kosong, penuh sampe 1-2 minggu ke depan! Akhirnya gw cuman stay tiga hari dan kepaksa cabut lebih awal.

Akibatnya gw malah nyampe ke Genoa lebih awal dari yang direncanakan.
Selaen itu host pas disana setelah dikontak juga bilang gada masalah dengan kedatangan gw yang lebih awal dari jadwal.
Dia bakal jemput gw nanti kalo udah nyampe train station di Genoa, katanya.
(baik ya?)

Kalo gw liat profil-nya di CS sih gak banyak yang bisa diceritain/ Orangnya keliatan juga suka traveling tapi lebih ke explore alam e.g. gunung, lokasi taman konservasi (dari poto-potonya).
Tampangnya sih lumayan, yang pasti keliatan Italian banget  :-)

Dari awal pun gw bisa bilang kalo cowo ini hatinya baik, dia nawarin kalo butuh info apapun soal Italia boleh nanya ke dia (dan sebenernya semua bisa di-gugel jaman sekarang).
Untuk pertama kalinya selama ngetrip sendirian di luar negri ada orang yang baru  dikenal mau jemput pas gw nyampe di train station.
Ternyata . . . . selain orangnya baek dia lumayan good looking dengan sepasang mata hijau yang bagus banget kaya boneka (hehehe... kesannya koq jadi gak gagah), hidungnya juga  mancung kaya patung Yunani.
Badannya sih gak terlalu tinggi tapi kenceng berotot karena dia suka maen sepak bole. Tinggi badannya sekitar 6 kaki (pas gw nanya ternyata 'cuman' 177 cm, tapi teteup aja berasa tinggi soalnya gw mungil seperti Cleopatra... :-)

Kita sebut aja si cowo charming seperti aktor film Italia klasik ini dengan nama M.
Malem pertama gw nyampe Genoa ini langsung gw 'diculik' dia ke daerah deket pantai sekitar 1 jam dari situ namanya Camogli.

It was indeed a breathtaking place.

Lalu gak jauh dari situ ada kios yang jual es krim alias Gelatteria.
Sejujurnya gw belom makan malem waktu itu dan udah lewat waktu makan malem (skitar jam 11 malem waktu gw nyampe train station Principe di Genoa) jadi gw menolak tawaran untuk beli gelatto.
Agak menyesal juga sih, karena pas nyobain beberapa suap dari M ternyata itu salah satu es krim paling enak yang pernah gw coba!

Berkesan banget buat gw malem itu, karena multiple combined factors;
cuacanya pas lagi bagus (walau malem hari tapi gak terlalu dingin), pemandangannya indah, temen jalannya juga menyenangkan, dan pembicaraannya juga menarik.

Kebanyakan orang-orang yang gw temui sepanjang perjalanan selalu menarik, in a way mereka enak diajak ngobrol (kecuali 1 cowo Australi yang gw kenal selama di Stokholm. Yang gak terlalu nyambung ngobrolnya).

Tapi M ini sangat exceptional buat gw karena selain ngobrolnya nyambung personality-nya berasa 'hangat' (mungkin karena dia juga orang Italia yang secara umum emang lebih hangat daripada orang di utara).

Bahasa Inggris dia gak terlalu lancar dan pronunciation-nya kadang gak jelas plus aksen Italia kental, yang somehow bikin jadi lebih seksi!
Dia juga punya banyak cerita lucu dan walaupun kadang suka keliatan sedikit keeping a distance di awal tapi lama-lama mencair juga (terutama setelah 1-2 gelas wine  :-)
Ow yah, he was indeed preparing a dinner for me the night after.
 
M nanya apakah mau nyoba masakan dia (lagian gw gak pernah nolak kalau ada cowo yang nawarin untuk masak) lalu dia bikin pasta pake anchovy, yang ternyata enakkk banget!

Besokannya gw gantian nyoba bikin nasi goreng tapi gagal. Hiks.
Kata M sih nasi gorengnya enak dan tetep dia abisin (tapi gw yakin dia bilang itu cuman supaya gw gak kecewa).

Selama 4 hari yang menyenangkan gw tinggal di Genoa lebih lama dari yang direncanakan.
Rasanya jadi berat banget mesti cabut dari kota ini :'(
Tapi the trip must go on, even for me it's so natural to say goodbye these days . . . unfortunately it always harder when you get along with someone you just met.

Beberapa bulan setelah kunjungan gw ke Genoa, akhirnya gw memutuskan untuk balik lagi di bulan September- alasan utamanya karena gw homeless- apartement di Kopen udah beres kontraknya sejak awal Agustus, tapi gw masi harus stay di eropa karena ada konfrens di Barcelona pas awal Oktober.

In short words, I stayed here and there in different places (or countries) for 2 months.

Kesannya sih menyenangkan, pindah-pindah ke beberapa kota di Eropa dengan alasan gak punya tempat tinggal tetap.

Ada gak enaknya, itu pasti. Enaknya juga ada.
Yang pasti karena keadaan gak punya tempat tinggal tetap ini akhirnya gw memutuskan untuk balik aja ke Genoa, then again setelah nanya M juga gak keberatan.
Soalnya dia punya kamar kosong (yang emang dipake khusus untuk tamu), dan dia juga jomblo (dia bilang keadaan gak memungkinkan untuk punya pacar karena dia terlalu sibuk sama kerjaan).
Hehe... Sebenernya gak ada hubungan dengan dia punya kamar kosong dan status kejombloan dia.

Yang bikin gw memutuskan untuk nebeng di tempat dia, karena optimis aja  bahwa cowo yang hatinya baik seperti setengah malaikat ini bakal membuka rumahnya untuk cewe homeless dari negara dunia ketiga.

Lagian gw coba untuk gak merepotkan dia selama tinggal disana, nawarin untuk belanja barang-barang keperluan sehari-hari, beberes rumah (dia udah punya housemaid juga yang dateng seminggu sekali), dan masak dinner (lebih seringnya dia order pizza). Hmmm kalo dia order pizza gw suka ikutan minta juga, abis pizza a la Italia itu kulitnya tipis, crunchy, isi atasnya penuh, jauh lebih enak daripada pizza a la US yang tebel. Poko gak rugi deh jauh-jauh ke Italia untuk nyobain pizza....heuheuheu.

Jauh di dalem hati gw, sebenernya pengen banget bawa pulang cowo kaya gini untuk calon menantu buat mamah gw.
Apa daya bagasi SQ jatahnya cuman 20 kgs, jadi gak bisa bawa barang banyak-banyak apalagi bawa cowo.

Selaen penampilan fisiknya yang menarik, M juga humanitarian.
Dia pengen suatu saat bisa tinggal dan kerja volunteer buat anak-anak di Afrika (kalo udah gak butuh duit, katanya).

Owya, karena dia juga traveler dan explorer,  kadang kita suka ngobrol ngalor ngidul soal tempat-tempat yang pengen kita kunjungi suatu saat di masa depan.
Gw juga boleh dapet akses ke foto-foto hasil dia traveling ke beberapa tempat di Amerika Selatan dan Afrika (lalu dibajak, gw bilang siapa tau suatu saat mau buka pameran foto :-)

Kita juga sama-sama pecinta binatang. 
Kalau bisa reinkarnasi dia mau terlahir lagi sebagai elang, sedang gw mau terlahir kembali sebagai lumba-lumba.
Wah sayang sekali kita gak berada dalam medium yang sama.

Air dan Udara.

(Sebenernya gw juga gak keberatan kalau terlahir kembali sebagai elang, karena gw juga seneng terbang pake pesawat tapi gw gak suka makan ular.
Dulu waktu SD kita belajar tentang piramida makanan, elang itu makanannya ular kan? Atau kalau reinkarnasi mungkin gw bisa jadi elang pertama yang diet vegetarian).

Tapi untungnya di dunia sekarang kita masih sama-sama hidup di darat.

Dua hari sebelum cabut dari Genoa, gw berpikir mau ngasi sesuatu buat M.
For he's been really nice to me and he has cured my heart.
Lewat dia, gw jadi bisa belajar lagi bahwa ada juga cowo di dunia ini yang bisa dipercaya dan juga percaya sama gw.
Akhirnya gw beliin dia novel The Alchemist karangan Paulo Coelho (dalam bahasa Italia, tentunya).

Waktu M nganterin gw ke airport, gw berusaha sekuat tenaga supaya gak nangis atau bertampang sedih karena mesti meninggalkan Genoa dan host gw yang udah taking care of me very well

Dan gw juga gak mau say goodbye.
Instead, gw bilang kalo kapanpun dia mau maen ke Indonesia pasti akan selalu diterima dengan tangan terbuka. 
Siapatau juga kita bakalan ketemu di salahsatu lokasi travel destination kita di masa depan. 

Life has take me unexpectedly to places I have never imagined before.
I might never know will I ever see him again in the future.
But even for a short moment, he has been a blessing to my life
.

Grazie mille.



PS. gw juga sempet bikin video (dan diaplot) di youtube yang intinya tentang cerita kenapa hati gw ketinggalan di genova (cieh). tapi gak gw embedded disini. buat yang mau liat silakan buka link-nya langsung aja ya
disini 

Your Fonts - Font Generator