Tuesday, December 2, 2014

.: Borobudur & sebuah refleksi :.

taken on 12.08.2014

Borobudur.

Artinya candi atau biara yang terletak di atas gunung.

Jadi salah kalau kita sebut 'Candi Borobudur' karena dalam kata Borobudur itu sendiri sudah terkandung makna candi.

Itu kata seorang tourist guide, yang perkataannya kita curi-dengar saat mengobservasi bas-relief di situs Borobudur.

Untuk kesekian kalinya gw merasa bangga saat mengunjungi situs bersejarah warisan budaya dunia di Magelang, Jawa Tengah ini. Borobudur merupakan kompleks candi Budha terbesar di dunia (& situs wisata yang paling sering dikunjungi) dan telah menjadi magnet wisatawan asing maupun lokal selama beberapa dekade.

Ada yang berbeda dengan kunjungan kali ini, karena beberapa alasan:

1. Untuk pertama kalinya gw datang kesini bersama boyfriend bule, WN asal Eropa.
Ini bikin rasa kebanggaan semakin meningkat secara signifikan.
Tadinya dia ke Indonesia cuman mau liat Bali dan gak tertarik tentang Jawa Tengah ataupun Borobudur. Gak pernah denger katanya.
Trus gw kasih liat link Wikipedia tentang Borobudur dan dalam sekejap dia langsung berubah pikiran serta bilang, "Kita harus ke tempat ini ! "

Setelah nyampe tempatnya pun dia sangat terkagum-kagum dengan arsitektur kompleksnya, padahal seminggu sebelumnya kita udah liat banyak situs arkeologikal di kompleks Angkor, Kamboja.
Dan tetep, menurut dia, kompleks candi di Magelang ini lebih spektakuler dibanding Angkor. Juga sistem beli tiket dan transportasi yang kerjasama dengan pihak hotel lebih terorganisasi misalnya, dibandingkan saat kita masuk ke Angkor (memang di sana agak chaotic sih).

Tiket masuk untuk WN Asing jauh lebih mahal beberapa kali lipat daripada tiket untuk turis domestik (tentunya). Tapi juga layanan untuk turis asing lebih prima karena dapet suguhan air minum gratis (bisa pilih teh atau air mineral).

Pendapat bf gw tentang tiket yang lebih mahal ini sih katanya wajar.
Soalnya buat mereka (tamu asing) harga tersebut masih termasuk reasonable, lagi pula situs yang dikunjungi emang worth to visit, pelayanannya juga oke.

Perlu diingat saat masuk kompleks Angkor pun gw yang bertampang Khmer mesti bayar 20 USD cuman gara-gara paspornya warna ijo, sedang orang Khmer asli bisa masuk gratis.
Jadi gak perlu protes kalau tiket-tiket masuk situs wisata di Indonesia berbeda untuk turis asing dibandingkan turis domestik, karena toh di luar negri pun turis Indonesia kadang harus bayar lebih mahal koq dibanding turis lokal negara asalnya.
 

Harga yang lebih mahal itu gak akan mengurangi sedikit pun minat para turis asing untuk mengunjungi situs wisata di negri kita.
Seperti gw yang tetep masuk Petra walaupun harus bayar 60 Jordanian dinar (sekitar 900rb rupiah) untuk kunjungan beberapa jam aja.

2. Untuk pertama kalinya juga gw menikmati indahnya Borobudur di saat matahari baru aja terbit.
Beberapa kunjungan sebelumnya gw selalu nyampe Borobudur saat siang hari, kadang kalau cuaca terlalu panas kan jadi gak terlalu menikmati juga. Belum di siang hari udah terlalu banyak wisatawan datang berkunjung, terutama anak-anak usia sekolah yang sedang karyawisata misalnya.

Nikmatnya Borobudur di pagi hari saat matahari terbit adalah, suasananya ambient, suara kicauan burung menyambut kehadiran kita, serta belum banyak orang memasuki situs. Kebanyakan kalo gw perhatikan emang didominasi turis-turis asing, orang lokalnya hanya para turis guide, atau crew TV yang bikin dokumentasi).

Faktor belum banyak wisatawan dan pencahayaan yang alami dari surya di pagi hari ini memudahkan kita untuk mengambil gambar-gambar cantik dari berbagai sudut dalam situs Borobudur.

Lebih penting lagi daripada sekedar mengabadikan momen, gw dan bf bisa merasakan makna keberadaan Borobudur yang bukan sekedar tempat wisata karena nilai historikalnya, tapi situs ini juga termasuk tempat suci bagi mereka yang beragama Budha, agama mayoritas para nenek moyang kita di masa lampau.

Semasa gw muda, sama seperti anak muda Indonesia lainnya, kadang gw belum tersadarkan betapa 'bernilai'nya Borobudur di mata dunia umumnya, terutama di kalangan umat beragama Budha.

Sampai suatu momen mengubah pemikiran gw, yaitu perjalanan keluar negri perdana ke Thailand di tahun 2009. Saat itu gw bawa oleh-oleh miniatur Borobudur yang bisa kita beli di depan pelataran saat memasuki candi. Oleh-oleh ini gw kasih ke beberapa orang, diantaranya host selama di Bangkok.
Dia girang banget dan merasa terharu, katanya bagi umat Budha ziarah ke Borobudur adalah salahsatu cita-citanya selama masih hidup.

Jadi kalau selama ini gw memperlakukan Borobodur sebagai 'sekedar' tempat wisata, maka gw salah besar. Ada makna relijius di dalamnya. Sama kaya kalau kita memasuki gereja-gereja besar di Eropa, kadang ada larangan untuk mengambil gambar misalnya. Terutama saat di tempat ibadah dilaksanakan upacara keagamaan (e.g. misa).

Hebatnya, dan hal ini juga menimbulkan rasa respek yang mendalam bagi gw pribadi, umat Budha memang terkenal dengan rasa toleransinya yang tinggi.
Kalau kita belajar sejarah Indonesia di masa abad 8-14 (bahkan nama Indonesia belum ditemukan pada saat itu) dominasi agama Hindu-Budha tidak menghalangi masuknya agama-agama baru yang dibawa para pedagang India.

Kebayang gak sih, kalau para penguasa kerajaan Hindu-Budha merasa terancam dengan keberadaan ajaran baru yang dibawa para pendatang, maka hingga detik ini hanya akan ada 2 agama yang diakui secara sah di Indonesia.

Rasa toleransi tinggi ini terus menerus dibawa dan diwariskan oleh nenek moyang kita, hingga ke masa kemerdekaan. Oleh karena itulah falsafah 'Bhineka Tunggal Ika' dimasukkan ke dalam dasar-dasar negara Indonesia (betapa arifnya pemikir bangsa kita di masa awal kemerdekaan!).

Founding fathers atau para pendiri bangsa Indonesia sangat menyadari bahwa kemerdekaan kita diraih bukan karena kita berasal dari satu ras yang sama, atau satu agama yang sama, atau satu bahasa yang sama.
Melainkan karena rasa kesatuan yang kita miliki, walaupun dari Sabang hingga Merauke kita berbeda bahasa, suku, dan agama, tapi kita berhasil menyatukan asa untuk merdeka.

Kekuatan 'bersatu' ini tentunya sangat ditakuti pihak musuh yang ingin menaklukan Nusantara. Pelaut dari seluruh dunia juga mereka yang berkebangsaan Eropa mulai dari Portugis, Spanyol dan Belanda melakukan perdagangan dengan pribumi Nusantara. Memang sejak dari dulu kala (hingga sekarang) sumber daya alam yang kita miliki melimpah ruah sehingga menarik minat para investor dan pedagang.

Tapi hanya Belanda yang konsisten menjajah kita untuk sekian lama (katanya 350 tahun!) bukan karena jumlah mereka yang lebih banyak, melainkan karena mereka melihat kelemahan bangsa kita yang besar.
Kelemahan itu digunakan dalam politik adu domba, atau devide et impera, memecah belah.

Anak-anak bangsa kita dikategorikan: ada yang dibilang pribumi, keturunan Asia timur (Melayu peranakan Tiongkok), dan Indo-Belanda.
Dengan masing-masing peran yang berbeda, yang satu di dalam pemerintahan, satu lagi hanya diberi bagian untuk berdagang.
Penggunaan bahasa Belanda juga dilarang bagi pribumi.

Semuanya itu untuk memecah belah.
Karena rasa persatuan adalah musuh besar bagi penjajah.

Nah, kalau saja anak-anak muda kita jaman sekarang belajar sejarah Indonesia di masa lampau, maka sekarang mereka tidak akan mudah terpecah belah dengan isu-isu serupa.

Tidak ada yang baru dibawah matahari. Dan bangsa yang besar seharusnya belajar dari sejarah mereka.

Semua tulisan ini memang awalnya terinspirasi dari Borobudur, relief-relief yang tergambar di situs candinya bukan sekedar menyampaikan pesan tentang kebesaran nenek moyang kita. Tapi juga bisa mengingatkan bahwa bangsa kita tetap bertahan selama belasan abad karena dibangun di atas kemajemukan.

Friday, October 3, 2014

mereka, kita, kamu, saya

" Iya, saya juga bilang sama anak saya. Kerja itu bukan hanya kerja keras, tapi juga kerja cerdas. Biar bapaknya cuman supir, anak-anak saya usahakan bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Mau ilmunya kepake, mau engga ... tapi kalau sudah lulusan perguruan tinggi seengga-engganya pola pikirnya beda. Cara bicaranya juga pasti beda. Bapaknya gak apa-apa jadi supir. Tapi anak-anak harus lebih baik dari bapaknya."

Saya mencuri dengar pembicaraan antara supir bis damri dan seorang ibu yang duduk di kursi depan.

Buat saya pengalaman saat naik transportasi umum memang membawa kesan tersendiri.
Saya jadi bisa belajar dari pengalaman orang lain, entah lewat cara observasi maupun metode mencuri dengar seperti contoh diatas.

Kadang saya juga bisa belajar, bahwa kearifan dan sifat mulia lainnya, bukan ekslusif dimiliki orang berpendidikan tinggi (saja) tapi juga oleh orang yang gak dianggap siapa-siapa.
Supir bus ini salahsatu supir favorit saya, karena dia ramah. Semua orang diajak ngobrol. Orang yang keliatan tersesat pun sering ditanya dan dibantu.
Bila ada penumpang turun dari bus, biasanya dia ngasi tau supaya hati-hati saat menyebrang jalan. Overall, kelakuannya mulia dalam pandangan saya.

Ironisnya, hari yang sama saya mendengar pembicaraan ini di atas bus, adalah hari setelah anggota DPR yang baru dilantik dan ramai-ramai rusuh sehingga diberitakan media keesokan harinya.

Sambil pura-pura baca buku, saya jadi tercenung selama perjalanan menuju tujuan dengan bus kota.

Anggota DPR itu identik dengan mereka yang total pendapatannya ratusan juga (datanya sekitar 1 milyar per tahun). Aneh tapi nyata, dengan penghasilan diatas rata-rata kebanyakan orang Indonesia anggota DPR juga banyak dikaitkan dengan pemberitaan negatif seperti korupsi.

Seakan-akan duit 1 milyar per tahun tidak cukup untuk memenuhi keinginan manusia.

Tidak ada batas untuk keserakahan manusia.

Demikian kata-kata bijak yang pernah saya dengar.

Perjalanan saya melintasi lebih dari 20 batas negara mengajarkan bahwa manusia di seluruh dunia pada dasarnya sama.

Mereka, siapapun orangnya, apapun warna kulit, ras maupun agamanya, mampu mengajarkan saya tentang sifat-sifat manusia.

Saya pernah ditolong oleh orang yang paling tidak disangka-sangka; diantar bapak tua lusuh dengan motor saat kesasar di Phuket, diberi sedekah koin recehan saat di Bologna, numpang mobil yang lewat di tengah gurun dalam perjalanan ke Little Petra.

Sifat jahat manusia juga yang bisa bikin saya bergidik, ketika beberapa bulan lalu membaca berita pembunuhan seorang anak kuliahan- secara sadis, oleh pasangan seusianya (yang ternyata teman main-nya juga!).

Binatang mungkin bisa membunuh mangsanya. Tapi mereka hanya melakukannya agar tidak lapar.

Hanya manusia yang bisa membunuh sesamanya karena motif balas dendam atau cemburu.

Kejahatan dan kebaikan sepertinya memang harus selalu ada di muka bumi ini. Seperti malam dan siang. Gelap dan terang. Sifat negatif dan positif.

Kecanduan dengan sebuah perjalanan bagi saya, bukan hanya sekedar melihat tempat baru. Angkor Wat yang saya lihat tahun ini, adalah Angkor Wat yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Sebuah perjalanan jauh lebih berkesan dengan jiwa-jiwa di antaranya. Teman dekat seperjalanan saya, kadang bukanlah saudara sebangsa se-tanah air, tapi perempuan muda asal Cheko atau lelaki paruh baya asal Catalunya.

Jiwa-jiwa para petualang, mereka yang memahami arti sebuah perjalanan, tidak dibatasi oleh bahasa, kewarganegaraan, apalagi warna kulit.






Ini adalah sebuah tulisan yang didedikasikan kepada mereka: para pahlawan jiwa saya. Yang selalu mengajarkan tanpa henti, sifat-sifat terbaik dalam diri manusia.




Wednesday, September 3, 2014

[Re]Finding Love

Tuhan itu baik.

Itu kesimpulan yang gw pelajari selama beberapa tahun ke belakang.
Walaupun belum layak dikategorikan sebagai makhluk yang relijius, tapi pengalaman gw selama ini membuktikan bahwa belajar tentang Tuhan itu gak dibatasi dalam ruang lingkup ruang ibadah, maupun tokoh pemimpin agama.

Ada beberapa peristiwa penting dalam kehidupan gw, khususnya di tahun 2014 ini yang semakin menguatkan perjalanan iman bersama Tuhan.

Diantaranya berkaitan dengan perjalanan ziarah gw ke beberapa tempat, seperti di Timur Tengah, Italia dan Belgia.

Bisa dibilang kalau kondisi finansial gw berkecukupan tahun ini (maksudnya, ada cukup duit kalau mau liburan) sehingga bisa melakukan perjalanan jauh ke beberapa tempat.

Perjalanan jauh pertama di tahun 2014 adalah ke Yordania di Timur Tengah. Negara yang terkenal terlebih saat mendekati pilpres (karena jadi tempat pelarian salahsatu kandidat capres di masa silam).
Yordania juga tempat yang penting bagi para peziarah dari latar belakang agama Nasrani maupun Islam. Selain mempunyai banyak situs bersejarah yang berkaitan dengan latar belakang sejarah agama monoteisme (Yahudi, Nasrani, maupun Islam) Yordania juga terkenal dengan situs arkeologikal warisan budaya suku Bedouin di Petra, Wadi Musa.

Perjalanan ke Yordania dimulai dari kerinduan gw yang teramat dalam untuk berziarah ke tempat yang biasanya hanya bisa gw bayangkan saat membaca cerita dari Alkitab, khususnya kitab Perjanjian Lama.

Dikisahkan saat bangsa Israel mengalami penjajahan lama dan tersiksa di Mesir, Tuhan memanggil mereka keluar lewat hambaNya Musa.
Setelah keluar dari Mesir, rencananya bangsa Israel akan memasuki tanah perjanjian (Kanaan). Perjalanan mereka keluar dari Mesir ke Kanaan melewati padang pasir yang berada di Yordania bagian selatan, seharusnya memakan waktu beberapa bulan saja.

Tapi dalam perjalanan tersebut, bangsa Israel (yang sudah menyaksikan bagaimana tangan Tuhan membebaskan mereka dari bangsa Mesir) malah bersungut-sungut dan meragukan kuasa Tuhan.
Terlebih mereka meragukan apakah mereka bisa memasuki tanah perjanjian setelah melihat bahwa penduduk asli Kanaan adalah bangsa raksasa, yang bertubuh besar.

Karena kurangnya iman mereka kepada Tuhan, satu generasi dihukum Tuhan. Mereka bukan saja harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, tapi satu generasi tersebut tidak diizinkan untuk memasuki tanah perjanjian.
Bahkan Musa, yang telah memimpin bangsa Israel keluar hanya diizinkan melihat tanah yang dijanjikan Tuhan tersebut dari atas gunung Nebo.
Gunung Nebo ini menjadi situs bersejarah yang selalu dipenuhi pengunjung saat kita di Yordania.

Tapi buat gw pribadi, ada satu tempat di Madaba yang sangat menggetarkan hati saat berkunjung kesana.
Waktu itu tepat sehari sebelum Paskah (hari bangkitnya Tuhan Yesus dari kematian, setelah disalibkan) jadi selain kami sebagai gerombolan turis, banyak juga pengunjung yang datang untuk berdoa.
Gw sendiri mengkategorikan diri sebagai peziarah, bagian napak tilas dari cerita-cerita Alkitab yang pernah gw baca atau dengar pada masa kecil.

Di kapel kecil dalam gereja St. George di Madaba ini, diletakkan patung Tuhan Yesus seukuran manusia sungguhan yang terbaring setengah telanjang, dengan bekas luka di sekujur tubuhNya.
Tepat pada saat gw memasuki ruangan untuk berdoa… hati gw sangat tersentuh, hingga langsung menangis bercucuran air mata.
" Inilah tubuh Tuhanku, yang menebus dosa dan kesalahanku" begitulah sebuah suara dalam hati gw berkata.

Dan disitu gw berdoa, untuk banyak hal… dan gw percaya karena kehadiran Tuhan yang begitu kuat di tempat ini maka doa-doa akan didengarkan.

Salahsatu permohonan yang gw naikkan disitu adalah supaya Tuhan menunjukkan pasangan/ jodoh gw di dalam kehidupan ini.

Sejujurnya ini bukan suatu permohonan yang pernah gw minta secara khusus sebelumnya. Karena gw tahu toh suatu saat Tuhan pasti akan memberi, yang terbaik pada waktuNya, sesuai rencanaNya.
Walaupun banyak orang sering menanyakan, "koq belum married" di umuran seperti gw tapi hal kaya gitu gak pernah bikin risau maupun galau.

Banyak orang yang married terburu-buru tanpa pikir panjang juga bisa cerai.
Sementara pernikahan buat gw adalah suatu komitmen yang serius bersama orang yang tepat, bukan karena dorongan kepepet ataupun paksaan dari pihak laen (kadang bahkan bukan dari pihak yang peduli sama kita, tapi malah orang yang gak mengenal kita dengan baik).

Di satu pihak, gw juga sangat bersyukur bahwa Tuhan memberi begitu banyak berkat dan kesempatan dalam hidup ini.
Gak pernah sekalipun sewaktu gw masi muda membayangkan bahwa gw bisa sekolah dan traveling keliling Eropa (berkali-kali pula), yang mana bagi kebanyakan orang Indonesia masih merupakan destinasi mahal.

Juga gak layak kalau gw bilang bahwa semua itu mungkin karena jerih payah gw semata. Walaupun keadaan finansial orangtua gw biasa-biasa aja, tapi toh yang sepertinya gak mungkin bagi manusia ternyata sangat mungkin bagi Tuhan.
Tuhan yang menciptakan banyak kemungkinan dan memberkati dengan limpahnya.

Beberapa bulan setelah ziarah ke Yordania, gw bertemu dengan seorang pria (yes, he is a real man. not a guy anymore) di Italia.
Dari awal kenalan, gw tahu bahwa kita punya passion yang sama untuk banyak hal e.g. melayani orang yang membutuhkan.
Kita sepakat bahwa apa yang kita punya, terutama dalam kelebihan, adalah untuk dibagikan kepada orang lain yang kurang beruntung.
Dan bahwa Tuhan serta spiritualitas adalah hal penting dalam hidup kita.

Berbekal dari pengalaman dan kesalahan yang pernah kita buat berdua di masa lalu, kita menyetujui bahwa hubungan yang sehat bukan hanya didasari cinta, tapi juga rasa hormat, kepercayaan, serta spiritualitas dan komitmen pada Tuhan.

Saat ini gw bisa menyatakan, bahwa dialah jawaban dari doa yang selama ini dipanjatkan. Tuhan yang Maha Mendengar bukan sekedar memberi pria yang baik sebagai calon pasangan hidup gw… tapi juga partner traveling dan teman bersekutu dalam doa.

Beberapa magical momen yang kita habiskan di Italia seperti sebuah pertanda bagi gw. Sebagai contoh saat mengunjungi Lago di Como (Lake Como) kita duduk di sebuah kursi di pinggir danau dan berbagi pengalaman tentang Tuhan, sementara secercah sinar seperti keluar dari pemandangan gunung di depan kita.





Dulu gw berpikir (dan hingga sekarang) bahwa Italia adalah satu satu tempat terindah di dunia. Tapi sesungguhnya tempat terindah di dunia adalah dimana hati kita, atau orang yang kita cintai berada.







Friday, July 18, 2014

Kenapa MAS ?

Kemaren malam kita dikagetkan kembali oleh peristiwa jatuhnya pesawat MH17 di daratan Ukraina, yang kali ini (sialnya) kabarnya terkena tembak rudal oleh pihak milisi Pro-Rusia.
Terlepas dari siapa yang mengklaim perbuatan tersebut (dan sejauh ini baik dari pihak Ukraina maupun Rusia, sama-sama menyangkal) peristiwa ini membawa kehilangan yang sangat besar bagi sejumlah orang.

Sampai tulisan ini dibuat, sudah diberitakan sekitar 298 korban jiwa melayang dalam tragedi MH 17, dimana 283 diantaranya merupakan penumpang (280 dewasa, 3 bayi) dan 15 kru kabin.
Diperkirakan ada 12 orang warga negara Indonesia diantara para penumpang yang meninggal.

My deepest condolences goes out to those who affected by this shocking tragedy...

Tapi yang membuat saya merasa sangat kehilangan adalah, sekitar 108 orang dari penumpang MH17 merupakan akademisi, peneliti dan ilmuwan di bidang HIV-AIDS.
Mereka dalam perjalanan menuju konferensi AIDS internasional (International AIDS Conference) yang dimulai secara resmi tanggal 21 Juli mendatang di Melbourne.
Buat saya pribadi, mereka mendapat perhatian khusus karena inilah orang-orang yang mendedikasikan pemikiran, tenaga dan waktunya bagi ilmu dan kemanusiaan....

And I keep wondering... why some people tried to make this world as a better place
while some just like to kill other humans?
 
Secara statistik, bepergian dengan pesawat termasuk pilihan paling aman, dibandingkan moda transportasi lain seperti sepeda motor, mobil, atau kereta (train).
Kecelakaan pesawat merupakann peristiwa yang bisa dibilang jarang terjadi, tapi kalau terjadi bisa dipastikan fatal akibatnya. Dari banyak kasus, seringnya tubuh korban hancur akibat ledakan di udara ataupun jika ditemukan sulit dikenali karena terbakar.

Malaysian Airlines (MAS) sendiri menurut saya bukan maskapai yang abal-abal sehingga 'layak' mendapat musibah ini (well, sejujurnya tidak ada seorang pun yang 'layak' kena musibah).
MAS umumnya bermodal pesawat-pesawat keluaran baru dan canggih, seperti Boeing seri 777 atau 700. Pelayanan pre- dan in flight yang saya alami sewaktu berangkat dari Changi ke Dubai bulan April kemarin pun bisa dibilang memuaskan. Maskapai nasional negeri jiran ini punya branding yang cukup dikenal oleh dunia internasional. Buktinya, setelah tragedi hilangnya MH370 pun MAS tetap dipercaya untuk mengantarnya ratusan ilmuwan dan peneliti dari Eropa dalam perjalanan menuju konfrensi internasional.... which so sadly took them in the end of their journey :'(

This is certainly not a good year for MAS, mereka punya banyak tantangan ... salahsatunya mengembalikan kepercayaan publik tentang keselamatan dalam penerbangan.

Kenapa MAS ? Kenapa MH 370 yang hilang ? Kenapa MH 17 yang ditembak rudal ?

Itu semua rahasia (Tuhan) yang tentu aja gw gak tau jawabannya. Mungkin bahkan mereka yang punya semua fakta dan teori tentang peristiwa terkait pun belum tentu tau semua jawabannya.

taken on 14.04.2014
[on my way to Dubai]

For sure, bahkan gw pun (yang biasanya gak parno dan logical thinking) sekarang jadi mikir-mikir untuk milih MAS lagi setelah peristiwa ini ... at least for certain period of time.

Akan gw tutup tulisan ini dengan sebuah doa : Semoga keluarga, teman dan mereka yang ditinggalkan oleh korban mendapat kekuatan dan penghiburan dari Tuhan YME ... Amin.


Your Fonts - Font Generator